My Immortal Love is You _ XiuHan/LuMin (Bagian 13)

Tittle: My immortal love is you

Author: Fie

Genre: romance, family, drama, boyxboy

Length: Multichapter

Rated: T

Languange: bahasa

Pairing: LuMin/XiuHan

Cast:

– EXO XiuMin as Kim Minseok/XiuMin

– Luhan as Xi Luhan

– EXO Baekhyun as Byun Baekhyun

– EXO Chanyeol as Park Chanyeol

– EXO SuHo as Kim Joonmyun

– EXO D.O as Kim Kyungsoo

– EXO Lay as Zhang Yixing

– Kris as Wu Yifan

– EXO Sehun as Kim Sehun

– EXO Kai as Lee Jongin

– EXO Chen as Lee Jongdae

– EXO Tao as Hwang Zitao

– Other….

“Sebuah cerita tentang kasih sayang yang akan terus abadi.”

Thirteen – A smile

“Jangan menangis. Aku tidak ingin kau menangis karenaku. Yang kuinginkan sekarang adalah, kau tersenyum untukku, hanya untukku, karena aku mencintaimu…”

 

Aku dan Luhan kembali ke apartemen. Sesampainya di sana, aku langsung pamit pada Luhan untuk tidur duluan karena hari ini aku merasa sangat lelah. Aku ingin hari ini segera berakhir, sungguh.

“Tidak mandi dulu? Akan kusiapkan air hangat untukmu.”

“Aku ingin langsung tidur, Lu-ge.”

“Baiklah. Setelah mandi aku akan menyusulmu.”

“Eoh.”

Sebelum sampai di pintu kamar, Yifan-gege keluar dari kamarnya dan kami bertatapan.

“Oh, Xiumin-ssie, kau sudah kembali.”

“Dimana Lay-hyung?”

“Dia di dapur, katanya sedang menyiapkan makan malam.”

“Ohya? Katakan padanya kalau aku tidak bisa makan bersama kalian, aku sangat lelah, jadi mau langsung tidur.”

“Wajahmu memang terlihat lelah, Xiumin-ssie.”

“Ah, ada satu lagi. Bisakah kau tidak berbicara formal padaku? Umurmu lebih tua dariku, Gege, jadi seharusnya aku yang menghormatimu.”

“Oh, tidak usah begitu. Aku melakukannya pada semua rekan kerjaku, jadi kau tidak perlu membalasnya.”

“Kenapa rasanya…aku ingin memanggilmu ‘hyung’, ya? Aku rasa akan lebih nyaman jika aku memanggilmu Yifan-hyung, bagaimana?”

Wu Yifan terdiam dan terus menatapku. Lalu sesaat kemudian, dia tersenyum dan tertawa kecil.

“Tentu, kau boleh memanggilku Yifan-hyung. Oiya, apakah Luhan akan menemanimu lagi malam ini?”

“Sepertinya iya. Dia bilang akan menyusulku setelah mandi.”

“Anak itu benar-benar mencuri kesempatan dalam kesempitan. Apa kau tidak merasa terganggu? Dia kan pacarmu.”

“Tidak, aku sama sekali tidak terganggu. Malah aku senang karena ada yang memelukku saat tidur.”

“Baiklah, selamat beristirahat.”

“Ne.”

Aku masuk ke kamar dan menutup pintu, tapi tidak rapat. Kemudian aku duduk di kasur dan membuka kaos kakiku. Saat aku membungkuk, tiba-tiba saja ada sebuah bayangan aneh terlintas dalam pikiranku.

“Tuan Daehyun, sebaiknya Anda tidak memanggil saya ‘hyung’ karena saya hanya bodyguard Anda.”

“Apa itu bodyguard?”

“Bodyguard adalah penjaga.”

“Kalau begitu kau sama dengan Hyungku, bukan?”

Aku merasa kepalaku sangat sakit setelah melihat bayangan itu. Kupegangi kepalaku untuk menahannya, tapi rasa sakit itu malah semakin menjadi. Dengan nafas berat, aku berusaha bangkit untuk meminta pertolongan, tapi kakiku tidak cukup kuat untuk menopang tubuhku dan malah terjatuh di lantai.

“…..aku yakin dengan sedikit bertahan, kau bisa menemukan ingatanmu lebih cepat.”

Aku ingat perkataan Sehun, jika aku bisa menahannya sedikit saja, mungkin aku bisa mengingat semuanya. Tolong bertahan sedikit lagi, Minseok, kau harus bisa…

“Apa itu bodyguard?”

“Bodyguard adalah penjaga.”

“Kalau begitu kau sama dengan Hyungku, bukan?”

“E-euh…itu…”

“Aku menganggap semua yang ada di sini adalah keluargaku.”

 

Siapa lelaki itu? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Tuhan, tolong…sedikit lagi…

“Xiumin! Kau kenapa?!”

Aku mendengar suara Luhan dan merasakan tangannya menyengkram tubuhku. Seketika semua bayangan aneh itu menghilang dan hanya menyisakan rasa sakit di kepalaku.

“Kau kenapa?”

“Aku hampir mengingatnya…”

“Apa?”

“Aku hampir mengingat salah satu orang yang kukenal dalam masa laluku.”

Pegangan Luhan mengendur. Aku bisa melihat wajahnya berubah bingung dan seperti sedang menenangkan diri.

“Apa maksudmu dengan ‘hampir mengingatnya’?”

“Ada seorang lelaki tinggi yang kupanggil Hyung, sepertinya dia bodyguardku.”

Luhan menundukan wajahnya sedikit dan melihat sesuatu dari tepi matanya, wajahnya terlihat cemas. Kemudian setelah beberapa saat, Luhan membantuku berdiri dan menuntunku duduk di tempat tidur.

“Kenapa kau berusaha mengingatnya, Xiumin?”

“Karena aku sudah membuat keputusan.”

“Apa itu?”

“Aku harus kembali menjadi diriku yang dulu jika mau mengakhiri semuanya, semua yang mengganggu pikiranku. Aku tidak mau terus menerus bersembunyi di tubuh Kim Minseok tanpa berusaha melewati masalahku sebagai orang itu. Aku ingin meluruskan semuanya.”

“Jika seandainya, aku memintamu untuk menunggu, apa kau mau?”

“Menunggu untuk apa?”

“Sampai semuanya selesai.”

Aku terdiam sesaat. Apakah dia tahu sesuatu tentang masa laluku? Apa dia juga ada di masa laluku?

“Lu-ge, apa kau tahu sesuatu?”

Luhan hanya mengangguk dan tidak berani menatapku.

“A-apa itu?”

“Aku tidak bisa mengatakannya padamu.”

“Lu-ge, jebal…beritahu aku sesuatu.”

“Tidak bisa, maafkan aku, Xiumin.”

“Jebal…,” kataku sambil mencengkram jaketnya erat.

“Maafkan aku, Xiumin.”

Luhan mendorong tubuhku masuk ke dalam pelukannya. Aku berusaha melepas pelukannya, tapi dia sekuat tenaga menahannya.

“Maafkan aku…”

***

Luhan menatap Minseok yang sudah tertidur. Untung saja pertahanan Luhan masih kuat, karena dia hampir saja mengatakan yang sebenarnya. Jika bukan karena takut terjadi apa-apa pada Minseok, Luhan sudah menceritakan masa lalu Minseok sebagai Byun Daehyun.

“Maafkan aku, Daehyunnie. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, hanya itu.”

Dielusnya poni Kim Minseok lembut, lalu tangan Luhan menyentuh pipi namja itu dan mengusapnya dengan ibu jarinya perlahan. Dikecupnya dahi Minseok kemudian keluar dan ikut berkumpul dengan Yifan dan Yixing.

“Minseok sedang berusaha mengingat semuanya. Aku tidak tahan melihatnya kesakitan,” katanya saat duduk di samping Yifan.

“Coba alihkan perhatiannya sebisa mungkin, Lu.”

“Gege, tadi aku hampir saja bilang padanya kalau dia adalah Byun Daehyun.”

“Apa?”

“Hampir, karena aku benar-benar tidak tega. Dia bahkan hampir mengingatmu.”

“Jadi itu sebabnya dia memanggilku ‘hyung’.”

“Ada apa dengan kalian dulu?” tanya Lay.

“Byun Daehyun adalah majikan yang berbeda untukku. Aku sangat menyayanginya sebagai adikku sendiri karena dia tidak pernah menganggapku sebagai orang asing. Dia memanggilku hyung karena dia pikir aku tidak ada bedanya dengan Tuan Baekhyun, orang yang juga menjaganya. Dia selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan para pelayan, tidak seperti Tuan Baekhyun. Terkadang aku tidak mengerti kenapa Tuan dan Nyonya Byun jarang memperhatikan anak sebaik Tuan Daehyun. Tuan Daehyun selalu melakukan apa yang ingin dia lakukan tanpa mengabaikan perasaan orang lain. Untuk anak sepertinya, perbedaan kasih sayang dengan kakaknya adalah hal terberat untuknya, jadi mungkin dia berusaha mengalihkan masalah itu dengan berbuat baik pada orang lain. Aku bersyukur bisa mengenal anak sebaik dia. Jika aku tidak bertemu dengannya, mungkin sampai sekarang aku masih membenci Appaku yang juga jarang memperhatikanku.

“Byun Daehyun dan Kim Minseok, walaupun mereka hidup di keluarga yang berbeda, tapi mereka tetap orang yang sama. Sekali melihatnya, aku langsung mengenali Kim Minseok sebagai Byun Daehyun yang dulu. Tidak jarang aku bersyukur Tuan Daehyun hidup sebagai Kim Minseok, karena aku bisa melihat senyumnya setiap hari, lebih sering daripada dulu. Maka dari itu, demi Tuan Daehyun dan Appaku, aku akan menemukan pelaku itu dan menghukumnya seberat-beratnya.”

“Aku juga berpikir seperti itu, Gege. Kehidupan Kim Minseok memang lebih baik ketimbang Byun Daehyun, aku benar-benar melihat perbedaan besar itu. Akan tetapi, senyum dan kepribadian Byun Daehyun tidak berubah sama sekali, mereka sama. Cara dia menyapa, memanggil namaku, tersipu malu, dan yang terpenting, menjaga perasaan orang lain, semuanya sama.”

“Aku jadi penasaran bagaimana Tuan Daehyun yang asli,” celetuk Yixing yang sejak tadi hanyut dalam cerita kedua namja itu.

“Byun Daehyun dan Kim Minseok tidak berbeda, Yixing, percayalah padaku,” kata Yifan meyakinkan.

“Tapi mendengar cerita kalian, Kim Minseok lebih baik, bukan?”

“Bukan orangnya yang lebih baik, tapi kehidupannya,” koreksi Luhan.

“Kalau begitu, bukankah lebih baik Kim Minseok tetap menjadi Kim Minseok?”

“Maksudmu?”

“Bukankah lebih baik dia tidak pernah tahu kalau dia adalah Byun Daehyun?”

“Tidak, Yixing. Ada seseorang yang menunggunya untuk kembali, orang yang sangat menyayangi dan merindukannya lebih dari siapapun. Byun Baekhyun. Dia alasan kenapa kita harus memberitahu Tuan Daehyun jika semuanya sudah selesai.”

“Ah, benar juga. Aku hampir melupakan Tuan Baekhyun.”

“Gege, ada sesuatu yang menggangguku. Ini mengenai ingatan Xiumin.”

“Apa itu, Lu?”

“Dia terus berkata ingin mengingat masa lalunya untuk meluruskan semua yang mengganggu pikirannya. Apa kau tidak melewatkan sesuatu? Apakah tidak ada petunjuk dari masa lalunya untuk masalah ini?”

“Apakah kita melewatkan sesuatu?”

***

Pagi itu, beberapa anggota kepolisian menyelidiki apartemen Baekhyun untuk kasus hilangnya Byun Daehyun. Salah satu di antara mereka adalah jaksa yang kemarin menginterogasi Baekhyun.

“Sungguh merepotkan ya kalau pagi-pagi sudah ke sini,” sindir Baekhyun.

“Begitukah? Malah lebih merepotkan jika kami datang saat kau bekerja, bukan?”

“Baiklah…aku selalu kalah darimu, Kibum-sunbaenim.”

“Hahahaha, memang selalu begitu, dan aku benar-benar menikmatinya. Mengalahkan anak sulung Paman Minho sangat menyenangkan.”

“Aku selalu mengalah supaya urusan tidak berkepanjangan seperti kemarin. Kau tahu bagaimana rasanya bokongku kemarin? Uh…pegal sekali…”

“Kau pikir hanya kau yang pegal-pegal? Aku juga.”

“Tidak heran kalau kau dipanggil Jaksa ‘Key’. Kau selalu berhasil mengunci pernyataan orang lain supaya tidak bisa berkutik. Untungnya aku bukan orang lain.”

“Yayaya, terserah apa katamu. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pencarian Daehyunnie?”

“Belum menunjukan hasil yang signifikan, tapi…”

“Tapi?”

“Aku bertemu dengan orang yang mengingatkanku pada Daehyunnie.”

“Siapa itu?”

“Kau tahu Xiumin?”

“Oh, tentu saja, dia penulis terkenal dan aku menyukai karya-karyanya.”

“Dia orangnya.”

“Orang yang mengingatkanmu pada Daehyunnie?”

“Iya.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Saat aku menggenggam tangannya, terasa sangat hangat dan sama seperti aku menggenggam tangan Daehyunnie. Aku bingung kenapa dia begitu mirip dengan Daehyunku.”

“Apa kau tidak menyelidiki keluarganya?”

“Sudah, tapi hasilnya mengecewakan. Dia adalah anak kandung keluarga Kim, dan tidak ada keanehan dalam data keluarganya. Kalau saja aku bisa menemukan berkas kesehatan Minseok sebelum umurnya 6 tahun, mungkin masih ada harapan.”

“Aku berharap kalian cepat bertemu, karena jika perkiraanku benar, pelaku 19 tahun yang lalu sedang berusaha menjebakmu dalam kasus ini.”

“Begitukah? Aku juga sudah menduga akan begini jadinya.”

“Hei, kau dekat dengan Xiumin, kan?”

“He? Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?”

“Aku ingin kau memintakan tanda tangannya untukku. Mau, ya?”

“Kibum-sunbaenim…kau benar-benar tidak tahu keadaan ya.”

“Ayolah, Baekhyunnie…”

“Iya-iya, atau mau sekalian kumintai fotonya?”

“Oh, boleh-boleh!!”

“Hya!!”

***

Pagi itu, akhirnya pembuatan filmku dimulai. Setelah mempertimbangkan ketepatan waktu pembuatan film, akhirnya Tuan Xia memutuskan untuk memulainya. Sebenarnya agak berat juga jika kami mengesampingkan kasus Daehyun karena beberapa polisi masih berjaga disana dan itu membuat kami sedikit risih, tapi mereka berjanji untuk tidak mengganggu pembuatan film.

Kami memulai syuting pada adegan saat aku bekerja sebagai pelayan di kedai kopi kecil di pinggiran kota Seoul. Aku melakukan peranku dengan sedikit canggung, tapi beruntung hal ini tidak mengacaukan suasana.

“Xiumin, sekarang kau berjalan menuju pelanggan di sana lalu kembali ke tempatmu sambil menggerutu.”

“Baik, Tuan.”

Aku melakukan semua yang diperintahkan Tuan Xia dengan cukup baik, dan akhirnya pengambilan adegan itu berjalan lancar. Kami pun bisa menyelesaikan adegan di kedai kopi yang totalnya 5 adegan berbeda sebelum jam makan siang, jadi kami bisa istirahat tepat waktu.

“Hahaha, darimana kau mempelajari akting sebaik itu, Xiumin? Apa dari Luhan?”

“Ya…secara tidak langsung Luhan mengajariku banyak hal.”

“Ngomong-ngomong dimana anak itu? Mentang-mentang belum gilirannya, dia menghilang.”

“Aku juga tidak ta—“

“Aku di sini!!” seru Luhan seraya mendekapku dari belakang.

“Hya! Lepaskan aku!”

“Tuan Xia, apa sore ini ada adegan untukku? Aku benar-benar mati kebosanan.”

“Ada satu adegan.”

“Bagian aku bertemu dengan Xiumin? Ah, itu kan sedikit, aku mau yang lebih banyak.”

“Luhan, jangan macam-macam.”

“Hahaha, aku hanya bercanda. Sekarang aku mau meminjam Xiumin selama istirahat makan siang. Sampai bertemu lagi, Tuan Xia!!”

Luhan mengajakku ke sebuah restoran sederhana yang tidak jauh dari lokasi syuting. Di sana Yifan dan Yixing sudah menunggu kami.

“Bagaimana syutingmu pagi ini?” tanya Yixing yang langsung menyodorkan minuman padaku.

“Kenapa kau tidak ada di sana? Kau kan manajerku.”

“Hahaha, daritadi aku sakit perut, jadi aku istirahat di apartemen.”

“Sekarang masih sakit?” tanyaku sedikit cemas karena tadi pagi aku langsung berangkat tanpa menanyai keadaannya.

“Sudah lumayan. Ini gara-gara dua orang itu menyuruhku menghabiskan kepiting pedas buatanku sendiri. Mereka bilang itu terlalu pedas, jadi tidak mau menghabiskannya.”

“Itu salahmu sendiri, Hyung,” kataku.

“Iya, aku yang salah, selalu aku.”

Kami bertiga tertawa karena ekspresi kesal Yixing yang sangat lucu.

“Xiumin, kau mau pesan apa?” tanya Luhan.

“Oh, sama saja denganmu.”

“Baiklah…”

Setelah mengatakan pesanan kami pada pelayan, kami kembali mengobrol.

“Xiumin, Luhan bilang kau sedang berusaha mengingat masa lalumu, benar?” tanya Yifan, dan itu membuatku sangat kaget.

“E-euh…iya…”

“Bagaimana hasilnya?”

“Tidak banyak yang kuingat karena Lu-ge tiba-tiba masuk.”

“Kalau aku tidak masuk, kau mungkin sudah pingsan karena kesakitan.”

Aku tertawa kecil lalu kembali menatap Yifan.

“Kenapa kau bertanya, Gege? Tumben.”

“Tidak apa-apa, aku hanya penasaran kenapa kau bersikeras menemukan ingatanmu. Bukankah sekarang kehidupanmu sudah cukup baik?”

“Bukan masalah hidupku baik atau tidak, tapi masalah perasaan. Entah kenapa akhir-akhir ini aku mendapatkan ingatan itu tiba-tiba, dan aku yakin pasti ada maksudnya.”

“Sejak kapan kau seperti ini?”

“Sejak kasus penyeranganku.”

Iya, sejak Paman Han menyerangku, sejak aku bertemu dengan Lu-ge dan yang lain, sejak Sehun menceritakan kenyataan menyakitkan itu, aku mendapatkan semua bayangan aneh itu seperti ada orang yang sengaja mengatur semua agar aku mengingat masa laluku.

***

Kim Kyungsoo hampir jatuh dari tempat tidurnya saat bangun pagi itu. Terlihat lingkar mata hitam yang pekat di wajahnya, pertanda beberapa malam terakhir ini dia kesusahan tidur.

“Aish…aku harus minta bantuan Sehun-hyung,” keluh Kyungsoo lalu bangkit dari kasurnya dan keluar.

Alasan Kyungsoo tidak bisa tidur beberapa hari terakhir ini adalah pengumuman kelulusan masuk universitas yang akan diumumkan seminggu lagi. Dalam masa menunggu ini, Kyungsoo benar-benar tidak tenang sampai tidak bisa tidur. Setiap tengah malam Kyungsoo pasti terbangun, dan saat terbangun dia hanya bisa membaca komik-komik yang sudah pernah dibacanya sampai tertidur lagi. Tidak jarang dia tertidur di lantai, dan itu yang membuatnya semakin lelah paginya.

Jadi hari ini dia berencana ke rumah sakit untuk meminta obat tidur pada Sehun, tentu saja tanpa sepengetahuan Eommanya.

“Kau mau kemana pagi-pagi begini, Kyungie?” tanya Shinae yang berpapasan dengan Kyungsoo di teras rumah.

“Oh, aku mau cari udara segar, Eomma. Akhir-akhir ini aku agak susah tidur, mungkin kalau keluar sebentar perasaanku akan tenang.”

“Kalau begitu tolong antarkan makanan ke rumah Jongwoon, ya? Sebentar.”

Shinae masuk ke dalam dan 5 menit kemudian dia keluar membawa sebuah bingkisan yang diberikannya pada Kyungsoo.

“Apa ini, Eomma?”

“Sup iga.”

“Oke. Aku pergi dulu.”

“Hati-hati, Kyungie.”

“Ne.”

Kyungsoo pun berjalan agak cepat karena setelah mengantar makanan dia harus segera ke rumah sakit agar Eommanya tidak curiga.

***

Setelah 15 menit berjalan, Kyungsoo tiba di rumah Jongwoon. Melihat pintu gerbang yang tidak di tutup rapat, Kyungsoo memutuskan untuk langsung masuk. Saat Kyungsoo membuka pintu, dia sangat terkejut saat melihat kondisi pekarangan rumah kakaknya berantakan.

“Ada apa ini?”

Kyungsoo berlari masuk untuk mengetahui apa yang terjadi. Sebelum dia membuka pintu rumah Jongwoon, Kyungsoo melihat seorang lelaki bertubuh besar sedang berjaga di balik pintu, sehingga dia harus bersembunyi.

“Dimana dokumen itu?”

Kyungsoo mendengar suara yang pernah dia dengar sebelumnya dari dalam rumah, jadi dengan sedikit keberanian, Kyungsoo mendekatkan telinganya untuk mendengar percakapan itu.

“Dokumen apa?”

“Jangan pura-pura bodoh, Sunny-a, kau pasti tahu apa yang kumaksud.”

“Oh, maksudmu dokumen kasus Appamu dengan keluarga Byun?”

“Cepat katakan dimana dokumen itu, Jaksa Lee!”

“Dokumen itu tidak ada padaku.”

“Kau kira aku akan percaya? Seorang jaksa handal seperti Appamu tidak akan membuang dokumen kasusnya begitu saja, bukan? Apalagi kasus itu sudah membuat Appamu menjadi terkenal.”

“Untuk apa kau mencari dokumen itu?”

“Dimana dokumen itu?!”

BRAKK

Spontan, Kyungsoo menerobos masuk karena suara itu, suara yang sama saat Hyungnya diserang, tapi sayangnya dia langsung ditahan oleh lelaki besar yang berjaga itu, Hwang Zitao.

“Hya! Apa yang kau lakukan pada Noonaku?”

“Oh, lihat ini…Kim Kyungsoo? Itu namamu, bukan?”

“Kim Joonmyun-ssie? Kaukah itu?”

“Seperti kata kakakmu, kau lebih pintar darinya, dan aku setuju itu.”

“A-apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku hanya mencari sesuatu yang sangat penting, dan itu disimpan oleh kakak iparmu ini.”

“Menjauh dari Soonkyu-noona!”

“Oh, memangnya aku mau apa? Memukulinya? Membunuhnya?”

“Jangan berani-berani!”

“Huft…dasar pengganggu kecil. Baiklah, kami akan pergi sekarang, tapi ingat, jangan ada orang yang tahu tentang ini. Karena jika di antara kalian ada yang melaporkan kejadian ini, maka keselamatan orang-orang yang kalian sayangi mungkin tidak aman. Ayo pergi.”

Tao mendorong tubuh Kyungsoo kasar lalu mengikuti Joonmyun keluar. Sesaat setelah mereka keluar, Kyungsoo bangkit lalu membantu Soonkyu yang kesakitan karena terbentur dinding.

“Dimana Jongwoon-hyung, Noona?”

“D-dia sedang bekerja di luar kota…”

“Kalau begitu aku saja yang mengantarmu ke rumah sakit, ayo!”

“Jangan!”

“Mwo?”

“Kau tidak ingat apa yang dikatakan orang itu? Jika ada yang tahu tentang ini, maka…”

“Tapi bayimu…”

“Sssh, aku tidak apa-apa, sungguh. Sekarang bantu aku ke kamar. Setelah istirahat sebentar, aku akan baik-baik saja, percayalah padaku, Kyungsoonie.”

Akhirnya dengan berat hati, Kyungsoo membantu Soonkyu ke kamar dan membaringkan wanita itu di kasur. Kyungsoo keluar dan membawakan air minum untuk Soonkyu.

“Minum dulu, Noona.”

“Gomawo…”

Setelah minum, Soonkyu menggenggam tangan Kyungsoo erat.

“A-ada apa, Noona?”

“Tolong berjanji padaku, jangan katakan pada siapapun mengenai ini.”

“Jika kita tidak lapor, bagaimana kalau orang itu datang lagi?”

“Dia tidak akan melukaiku lebih dari ini.”

“Nde? Maksudmu?”

“Aku mengenal Joonmyun dengan baik, jadi kau tenang saja.”

“Bagaimana kau bisa mengenalnya?”

“Dia adalah kekasihku sebelum aku menikah dengan Hyungmu.”

“Mwo?”

***

Joonmyun melempar ponselnya saat dia kembali melihat foto Soonkyu bersamanya. Tidak bisa dipungkiri, walaupun mereka sudah lama berpisah, perasaan itu masih ada. Apalagi saat mereka bertemu lagi, Joonmyun masih mencintai Soonkyu, mencintainya dengan tulus. Walaupun pada awalnya Joonmyun mendekati Soonkyu hanya untuk mendapatkan informasi tentang kasus Appanya karena Jaksa yang menangani kasus itu adalah Appa Soonkyu, tapi tidak disangka, dia jadi benar-benar mencintai Soonkyu.

“Kenapa harus kau, Sunny-a? Kenapa harus kau yang menjadi anak jaksa sialan itu? Jika bukan kau, aku bisa mencintaimu sampai akhir, aku bisa membuatmu bahagia, dan terlebih lagi, aku tidak akan mendorongmu seperti tadi. Kenapa aku harus mencintai orang yang salah?”

***

“Karena kau sudah melihat apa yang seharusnya tidak kau lihat, maka aku akan menceritakan semuanya padamu, Kyungsoonie.”

Sepanjang perjalanan, kata-kata Soonkyu terus bergema dalam pikiran Kyungsoo. Cerita tentang masa lalu keluarga Byun dari sisi Soonkyu dan sisi Joonmyun, lebih tepatnya masalah Ayah Joonmyun yang melakukan kesalahan besar pada perusahaan kedua terbesar milik keluarga Byun. Ada banyak sekali kerancuan dalam dua cerita itu, tapi Kyungsoo tidak bisa langsung menyimpulkan siapa yang salah, apakah itu keluarga Joonmyun atau keluarga Byun. Yang Kyungsoo tahu sekarang, Hyungnya dalam bahaya.

“Aku mencintai Joonmyun dengan tulus, benar-benar mencintainya. Tapi aku harus memilih, antara mengkhianati Appaku sendiri atau mengkhianatinya. Dan pada akhirnya, aku memilih untuk mengkhianatinya karena aku takut dia akan lebih tersakiti jika terus mencintaiku. Dia akan melihatku sebagai anak orang yang sudah membuat Appanya meninggal. Aku tidak mau itu terjadi, Kyungsoo.”

Kyungsoo melihat Soonkyu menahan airmatanya sekuat tenaga, dan itu membuatnya semakin bingung.

“Kasus kematian Kim Han dan hilangnya Lee Taeyong, aku yakin itu berhubungan dengan Joonmyun. Kyungsoo-a, apa aku sudah membuat keputusan yang salah dengan meninggalkannya? Jika saja aku tidak meninggalkannya, aku yakin dia tidak akan membunuh orang lain karena masih ada orang yang mencintainya dengan tulus. Apa yang harus kulakukan, Kyungsoo…apa yang harus kulakukan…”

Airmata itu akhirnya mengalir. Kyungsoo ingat betul bagaimana sakitnya suara tangis itu. Suara tangis seseorang yang merasa sudah membuat keputusan yang salah. Suara tangis yang pernah didengarnya, suara tangis Eommanya.

“Eomma menyayangi Hyungmu, Kyungsoo-a. Apakah Eomma salah karena menyayanginya? Apakah Eomma salah karena tidak memberitahu masalalunya?”

Lamunan Kyungsoo buyar saat taksi yang ditumpanginya berhenti di depan rumah sakit tempat Sehun bekerja.

“Gomawo, Ahjussie.”

Sesaat setelah taksi itu pergi, Kyungsoo masih berdiri mematung di sana.

“Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus diam saja? Jika aku diam, apakah aku tidak akan menyesal dengan keputusan itu? Appa…jika kau masih di sini, kau akan memberitahu apa yang harus kulakukan, bukan? Aku benar-benar membutuhkanmu, Appa…”

***

Siang itu, Park Chanyeol pergi menemui Joonmyun di kediamannya. Saat tiba di depan pintu Joonmyun yang dijaga dua pengawal, tidak sengaja dia mendengar teriakan Joonmyun yang menyakitkan.

“Kenapa harus kau, Sunny-a? Kenapa harus kau yang menjadi anak jaksa sialan itu? Jika bukan kau, aku bisa mencintaimu sampai akhir, aku bisa membuatmu bahagia, dan terlebih lagi, aku tidak akan mendorongmu seperti tadi. Kenapa aku harus mencintai orang yang salah?”

Tangan Park Chanyeol berhenti saat hendak membuka pintu itu. Teriakan itu, teriakan yang sama saat dia ingat siapa orang yang dicintainya sekarang. Orang yang tidak seharusnya dia cintai, Byun Baekhyun.

“Park Chanyeol, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Tao yang baru saja datang.

“Apa tidak ada cara untuk mengakhiri ini, Tao-ssie?”

“Apa maksudmu?”

“Apa yang harus kulakukan untuk mengakhiri balas dendam Tuan Kim?”

“Tentu saja ada.”

Park Chanyeol berbalik dan menatap Tao penuh harap.

“Apa itu?”

“Hanya ada satu cara, dan kau tahu itu.”

***

Setelah makan siang, kami berempat kembali ke lokasi syuting. Sore ini ada adegan saat aku bertemu dengan Lu-ge di galeri lukisnya, jadi Lu-ge langsung bersiap-siap di ruang ganti, sedangkan aku melanjutkan adeganku di rumah susun.

Di film ini, karakterku jauh berbeda dengan karakter asliku. Aku digambarkan sebagai tokoh yang dingin dan tidak bersahabat. Aku adalah asisten dosen yang sangat disegani dan pintar. Tidak ada mahasiswa yang menyukaiku, dan itu membuatku lebih arogan. Aku membenci semua hal yang membuatku terganggu, seperti suara motor, orang berpacaran, suara jangkrik, dan lainnya. Karena karakterku yang seperti itu, hanya dua yang membuatku terhibur, yaitu rumah dan melukis. Aku sudah tidak mempunyai keluarga, mereka semua meninggal karena kecelakaan saat aku kecil. Dulu aku tinggal dengan keluarga bibiku, tapi karena kondisi mereka yang tidak memungkinkan, akhirnya aku memutuskan untuk pergi dan tinggal di Seoul.

Walaupun rumahku kecil dan tidak jarang ada gangguan dari tetangga, tapi aku senang karena bisa sendirian. Terkadang aku merasa kesepian, tapi jika mengingat bagaimana orang memandangku, aku akan menjadi lebih senang saat mereka tidak ada.

Kemudian pada suatu hari, aku pergi ke pusat kota untuk membeli kanvas dan peralatan lukis lainnya. Nah, ini adegan dimana aku melihat pameran lukisan Luhan yang baru dibuka sore ini. Karena penasaran, aku masuk ke dalam dan melihat-lihat lukisannya. Semua hal berbau lukisan selalu membuatku menjadi orang yang berbeda. Aku bukan lagi Lee Dongyun, nama karakterku di sini, yang arogan, tapi berubah menjadi seorang pengagum yang menghargai setiap karya orang lain. Di sinilah aku bertemu dengan namja China bernama Lim Yien, nama karakter Luhan, yang ternyata teman satu kampusku.

Saat aku melihat-lihat lukisan, Luhan memandangiku dari belakang dan bertingkah seperti orang aneh yang tidak berhenti menyemangatiku dalam pengambilan gambar. Gara-gara itu, aku berhenti dan menatapnya kesal.

“Cut! Ada apa, Xiumin?”

“Orang itu, bukankah belum saatnya dia keluar?” kataku sambil menunjuk Luhan.

“Luhan, kenapa kau di sana dan mengganggu Xiumin? Cepat kembali!”

“Sebentar lagi kan adeganku, jadi bersiap di sini,” katanya membela diri.

“Bukan dari sana! Cepat kembali!”

“Iya-iya, galak sekali…”

Luhan mengedip padaku seperti menggoda dan aku hanya memberi tatapan heran padanya. Aku tidak habis pikir kenapa artis terkenal sepertinya masih sulit membedakan masalah pribadi dan pekerjaan. Aku masih berharap hubungan kami disembunyikan karena akan sangat mengganggu jika semua orang mulai membicarakan kami.

“Baiklah…kita mulai lagi!”

Aku kembali fokus melihat lukisan-lukisan itu, dan langkahku berhenti di salah satu lukisan. Sebenarnya bukan di lukisan itu aku harus berhenti, tapi entah kenapa kakiku berhenti saat melihatnya.

“Hyung, lukisan yang indah…”

“Benarkah? Kalau begitu, apa kau mau membelinya?”

“Iya!!”

Lagi-lagi, gambaran masa lalu itu tiba-tiba muncul. Aku melangkah mundur saat mendapat bayangan itu.

“Cut! Ada apa lagi, Xiumin?”

“Kenapa kau memilih lukisan ini?”

“Karena mereka melakukan hal yang sangat kuinginkan, merayakan ulangtahun sekeluarga.”

Aku memegangi kepalaku dan menopang tubuhku dengan menyentuh dinding. Luhan dan beberapa staff langsung mendekatiku lalu bertanya kenapa aku seperti ini.

“M-maafkan aku. Aku merasa kepalaku sakit sekali. Bisakah kita beristirahat sebentar?”

“Baiklah, kita istirahat sebentar.”

Luhan mengangkat tubuh dan menuntunku ke kursi. Dia menyelimutiku dengan selimut tebal dan merangkul tubuhku.

“Apa kau melihatnya lagi?”

“Eoh…”

“Apa itu?”

“Lukisan itu,” kataku sambil menunjukan lukisan berisi keluarga yang sedang merayakan ulangtahun anak bungsu mereka, “aku merasa pernah memilikinya.”

“Tuan, bisakah kau membuang lukisan itu?” kata Luhan pada seorang staff.

“Kenapa kau melakukan itu, Lu-ge?”

“Lukisan itu akan mengganggu fokusmu. Kita harus menghindari semua itu supaya pembuatan film ini berjalan lancar.”

“Ah…kau benar.”

“Xiumin, bertahanlah.”

Aku menghela nafas panjang untuk menenangkan diri. Aku juga ingin bertahan, Lu-ge, tapi tidak bisa, bayangan it uterus muncul lalu lalang di pikiranku. Apa boleh buat, hari minggu ini aku harus menjalani terapi dari Sehun tanpa sepengetahuannya.

***

Kim Kyungsoo masuk ke rumah sakit dan meminta pada resepsionis untuk bertemu dengan Sehun. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya nama Kyungsoo dipanggil dan dia masuk ke ruangan Sehun.

“Ada apa, Kyungie? Tumben sekali kau ke rumah sakit.”

“Beri aku obat tidur, Hyung.”

“Mwo?”

“Akhir-akhir ini aku insomnia karena pengumuman kelulusan universitas tinggal beberapa hari lagi.”

“Tidak baik langsung mengonsumsi obat, sebaiknya kau minum teh atau susu hangat saat makan malam, itu akan menenangkan pikiranmu. Kau juga bisa mendengar musik yang menenangkan sebelum tidur, tapi jangan sampai ketiduran karena akan berbahaya untuk telingamu. Kemudian—“

“Aku membutuhkannya, Hyung.”

“Kyungsoo-ah, apa ada yang mengganggu pikiranmu selain pengumuman itu?”

“Tidak, tidak ada.”

“Kalau begitu lakukan apa yang kusarankan karena itu lebih baik daripada minum obat.”

“Hyung, jebal…aku membutuhkannya.”

Sehun menatap Kyungsoo penuh curiga. Ada yang Kyungsoo sembunyikan, dan itu sangat terlihat.

“Kau dan Minseok bukan tipe orang yang bisa berbohong, bukan? Ceritakan padaku apa yang terjadi. Apakah ini tentang Minseok?”

“Aku tidak bisa menceritakannya, Hyung.”

“Maka aku tidak akan memberimu obat tidur, dan akan kupastikan kau tidak akan mendapatkannya dari dokter lain.”

“Jika aku menceritakannya, apa kau berjanji tidak akan mengatakannya pada orang lain, terutama Minseok-hyung?”

Sehun berpikir agak lama sampai akhirnya dia setuju tidak akan menyebarkan cerita Kyungsoo.

“Aku tahu siapa Minseok-hyung sebenarnya.”

“M-mwo?”

“Dia adalah adik Byun Baekhyun.”

“Kyungsoo, bagaimana kau bisa tahu sejauh itu?”

“Awalnya aku tahu dari berkas kesehatan Hyungku 19 tahun lalu yang tidak sengaja Eommaku taruh di ruang tamu. Kemudian setelah mencari beberapa informasi dari salah satu kenalanku di kepolisian, aku menemukan kasus keluarga Byun yang setelah kukaitkan ternyata sangat cocok dengan masa lalu Minseok-hyung. Dan beberapa hari yang lalu, Eommaku bercerita kenapa dia tidak mau mengatakan yang sebenarnya pada Hyung tentang ini.”

“Jadi kau sudah memastikannya kalau Kim Minseok adalah…”

“Byun Daehyun.”

“Lalu itu yang membuatmu meminta obat tidur?”

“Ne. Aku ingin mengistirahatkan pikiranku dari semuanya sejenak, Hyung. Mungkin setelah beristirahat, pikiranku akan jernih dan tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya.”

“Apa kau berniat memberitahu Hyungmu tentang ini?”

“Aku tidak tahu.”

“Wae?”

“Karena sebuah alasan yang mungkin akan membahayakan hidupnya jika dia tahu semuanya.”

“Jika dia tidak tahu apa-apa, bagaimana dia bisa waspada pada bahaya yang mengincarnya?”

“Itu yang masih membuatku bingung, Hyung. Aku takut keputusanku untuk diam adalah keputusan yang salah, aku juga takut jika aku mengatakan semuanya akan ada bahaya yang lebih besar menimpanya. Aku benar-benar bingung…”

“Baiklah, aku tidak akan menceritakannya pada Minseok. Sekarang aku akan memberimu resep ini, ambil dan beristirahatlah yang cukup, Kyungsoo. Aku tahu kau sangat tertekan sekarang.”

“Gomawo, Hyung.”

“Jika kau butuh apapun, kau harus bilang padaku.”

“Ne.”

“Oh, ada satu lagi sebelum kau pergi. Pikirkan baik-baik tentang keputusan yang akan kau ambil, Kyungsoo. Karena tidak ada salahnya mengambil salah satu pilihan walaupun itu sangat berat untukmu.”

Kyungsoo hanya mengangguk lalu keluar dari ruangan Sehun. Setelah Kyungsoo pergi, Sehun langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Minseok.

“Yeoboseo?”

“Minseok-a, apa kau sudah memutuskan untuk menjalani terapi itu?”

“Iya, aku sudah memutuskan untuk menjalani terapi itu.”

“Baiklah, hari minggu aku akan menjemputmu diam-diam. Kau juga harus pergi sepagi mungkin supaya yang lain tidak tahu.”

“Iya.”

“Jaga dirimu baik-baik.”

“Kau juga, Sehunnie.”

Setelah sambungan terputus, Sehun memandang lekat wallpaper ponselnya yang berisi dia, Eomma, dan Appanya.

“Aku melakukan ini bukan hanya untuk menangkap pelaku yang membunuhmu, Appa, tapi juga untuk melindungi Minseok dengan caraku sendiri.”

***

Kami selesai syuting sekitar jam 9 malam, tepat seperti jadwal. Setelah mengatasi sakit kepalaku, syuting berjalan lancar dan hanya dilakukan pengulangan sesekali. Aku dan Luhan berpamitan ke seluruh staff dan pemain lalu ke tempat parkir, tempat Yifan dan Yixing menunggu, untuk kembali ke Apartemen.

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu sebelum pulang?” tanyaku pada yang lain.

“Sebaiknya kita istirahat. Besok akan lebih sibuk, Xiumin,” kata Luhan.

“Benar, Xiumin. Nanti kau sakit kalau kurang tidur,” tambah Yixing.

“Huft…aku hanya ingin melihat-lihat sebentar. Mumpung kita di sini.”

Hari ini banyak pengambilan gambar yang berlangsung di pusat Seoul, dan karena aku tertarik pada pemandangan di sini, jadi apa salahnya kalau kami berjalan-jalan sebentar?

“Aku belum lelah, sungguh. Eung…kalau begitu kalian pulanglah duluan, biar aku—“

“Bodoh! Setelah kejadian tadi sore, kau mau jalan-jalan sendiri, hah?” omel Luhan.

“Arra…daripada tiba-tiba mendapat bayangan aneh lagi, aku akan menurut.”

Aku pura-pura tidur dan menutup wajahku dengan jaket. Aku tidak ingin banyak berdebat dengan namja protektif sepertinya karena sekali tidak boleh, dia tidak akan merubah keputusannya. Sebenarnya aku kesal, tapi aku tidak ingin membuatnya kecewa.

“Maafkan aku, Xiuminnie. Aku hanya tidak ingin kau kelelahan.”

“Heum…,” jawabku.

Benar kan? Aku selalu kalah.

“Hari minggu nanti aku akan mengajakmu jalan-jalan, aku janji.”

Mwo? Minggu? Aish…

“Aniyo!” seruku seraya membuka jaketku.

“Oh! Kau mengagetkanku!”

“Hari minggu nanti aku ada acara dengan Sehun, jadi kita tidak bisa jalan-jalan.”

“Ada urusan apa kau dengannya?”

“Kami akan mengunjungi makam Appa dan Paman Han.”

“Kalau begitu aku ikut, ya? Aku belum melayat ke makam Appamu.”

“Sehun adalah tipe orang yang menjaga privasi. Kurasa dia tidak akan suka kalau kau ikut. Apalagi kau kan artis, pasti banyak wartawan yang akan meliputmu saat di makam.”

“Aku bisa menyamar.”

“Tidak-tidak. Penyamaranmu adalah penyamaran paling buruk yang pernah kulihat.”

“Hya! Apa maksudmu?”

“Sudahlah, Lu. Kenyataannya memang begitu.”

“Yifan-gege!”

Akhirnya setelah berdebat sebentar, Luhan tidak jadi ikut denganku minggu nanti, jadi aku aman.

“Xiuminnie, kau tidak akan melakukan hal aneh, kan?”

“Hal aneh seperti apa?”

“Tidak, aku hanya menduga-duga.”

“Menduga apa memangnya?”

“Ya…kau melakukan pengobatan atau semacamnya? Sehun kan dokter.”

“Memangnya kalau aku melakukan pengobatan, itu aneh? Mungkin aku akan memeriksakan kesehatanku juga, semacam pemeriksaan bulanan.”

“Oh, kukira kau akan melakukan terapi untuk ingatanmu.”

OH MY GOD. Bagaimana orang ini bisa menebak dengan tepat? Benar-benar berbahaya.

“Sehun kan dokter umum, bukan kejiwaan.”

“Hei, kenapa tidak? Dia kan pasti punya teman dokter kejiwaan.”

“Berhenti berkhayal, Lu-ge.”

“Sudahlah, Lu. Kau itu protektif sekali pada Xiumin.”

“Bagaimana tidak protektif, hah? Dia pernah hampir mati setelah nekat menantang Pamannya!”

“Aku tidak akan melakukan hal nekat seperti itu lagi, tenang saja…”

“Benar? Kau berjanji?”

“Iya.”

Maafkan aku, Luhan. Kali ini aku harus berbohong padamu. Bagaimanapun, aku harus mendapatkan ingatan itu lagi secepatnya.

***

Wajah Byun Baekhyun berseri saat membaca pesan singkat dari Chanyeol.

Aku ingin makan malam denganmu hari minggu nanti, Baekhyunnie. Kita bertemu di apartemenmu, ya?

Setelah lama menghilang, akhirnya Chanyeol menghubungi Baekhyun. Dengan cepat Baekhyun membalas pesan itu dan memutar kursinya kegirangan. Dia benar-benar merindukan Chanyeol. Akan tetapi, kesenangannya tiba-tiba berhenti saat ingat untuk apa mereka berjauhan.

“Chanyeol-a, aku hanya ingin kau kembali menjadi Chanyeol yang dulu. Aku tidak peduli sejahat apa dirimu, aku hanya ingin melihatmu kembali.”

***

Lee Soonkyu mengambil ponselnya yang dia gunakan untuk merekam pembicaraannya dengan Joonmyun. Walaupun dia menyesal telah mengkhianati Joonmyun, tapi dia sudah mengambil keputusan. Entah siapa yang benar dan salah, dia akan tetap melanjutkan pilihannya. Dan sekarang, dia harus mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menjatuhkan Kim Joonmyun.

“Aku harus menghentikanmu, Kim Joonmyun.”

Soonkyu menghubungi seseorang yang membantunya dalam kasus ini, salah satu dari dua adik lelakinya yang bekerja di kepolisian, Lee Jongin dan Lee Jongdae.

“Noona? Aigo…sudah lama sekali kau tidak menelponku!”

“Maafkan aku, Jongin-a. bagaimana keadaan kalian?”

“Kami baik-baik saja. Bagaimana kondisimu?”

“Aku juga baik.”

“Apa kau menelpon untuk menanyakan perkembangan kasus Kim Han?”

“Iya.”

“Kami sudah menelusuri jalan yang mudah-mudahan tidak salah, Noona.”

“Ohya? Lalu bagaimana?”

“Kami melakukan kesalahan yang besar pada awal penyelidikan, Noona. Kami kira Kim Han dibunuh dengan pisau, tapi ternyata dengan peluru. Kami salah menyangka karena peluru di dalam tubuhnya sudah diambil oleh pelakunya, tapi serbuk peluru itu masih tertinggal di darah Kim Han. Hasil otopsi yang menipu itu karena serbuk mesiu yang digunakan si pelaku bukan serbuk biasa, Noona. Serbuk itu berasal dari pistol yang dirancang khusus untuk komplotan mafia yang menjadi buronan kami sejak dulu. Kami pernah menangani kasus yang sama, jadi seharusnya kami belajar dari sana, tapi kami malah melewatkannya. Kami masih memastikan siapa anggota mafia itu.”

“Aku yakin kalian akan menemukan pelaku itu secepatnya.”

“Iya, semoga saja. Dan setelah ini, apakah kami boleh mengunjungi Noona? Kami merindukanmu. Saat kau memutuskan untuk membantu keluarga Byun, kami tidak pernah bertemu denganmu. Oh, hanya sekali saat menangani kasus Kim Minseok, eh, maksudku Byun Daehyun.”

“Aku berjanji kita akan bertemu saat semuanya selesai, Jongin-a.”

***

Hari minggu pagi-pagi sekali, aku berjalan mengendap-ngendap supaya Luhan, Yixing, dan Yifan tidak tahu kalau aku pergi. Sehun sudah menungguku di depan apartemen.

“Apa kau siap?”

“Iya. Jadi kita mau kemana?”

“Ke jalan tempat keluarga Byun kecelakaan.”

“Apa kau sudah memastikannya?”

“Iya, aku sudah memastikan tempatnya. Tapi kau jangan berharap lebih karena terapi ini tidak bisa berjalan cepat. Semua tergantung keinginanmu.”

“Aku akan berusaha mendapatkan ingatan itu. Aku harus kembali.”

Sehun melajukan mobilnya menuju tempat kecelakaan keluarga Byun. Ada banyak sekali pertanyaan dalam kepalaku. Bagaimana jika keluarga Byun itu adalah keluarga Byun Baekhyun-hyung? Bagaimana jika aku benar-benar anggota keluarga Byun? Dan masih banyak lagi bagaimana.

Kami menempuh perjalanan selama 45 menit untuk sampai ke tempat itu. Sebuah jalan yang berada di pinggiran Seoul dan di sepanjang jalan itu masih banyak pohon sehingga udaranya masih segar. Suasana di sana sangat menenangkan, jadi aku langsung merinding saat tahu di sana pernah terjadi kecelakaan besar.

“Nah, kita sudah sampai. Apa kau menemukan sesuatu?”

“Ey…kau kira aku sedang mencari hantu?”

“Hahahaha, ada-ada saja. Ayo, pejamkan matamu dan coba ingat sesuatu.”

***

Malam yang dinanti Baekhyun pun tiba. Dia sudah menyiapkan makanan kesukaan Chanyeol. Walaupun Chanyeol bilang dia yang akan menyiapkannya, tapi Baekhyun tetap bersikeras menyiapkan semua sendiri. Sampai Chanyeol datang, Baekhyun masih menyiapkan beberapa masakannya.

“Kau duduk saja di ruang makan.”

Sesuai permintaan Baekhyun, Chanyeol duduk sambil memperhatikan namja itu sibuk bolak-balik menyiapkan makanan.

“Maaf ya, tadi aku telat pulang, jadi sampai kau datang aku masih sibuk begini.”

“Kan sudah kubilang, aku saja yang menyiapkannya. Aku tahu hari ini kau ada rapat dengan Andest Media. Aneh, kenapa mereka hanya bisa hari minggu sih?”

“Kenapa kau bisa tahu?”

“Bulan lalu kau menulis semua jadwalmu di kalenderku untuk corat-coret.”

“Oh…aku lupa.”

“Apa masih banyak?”

“Sudah selesai kok. Aku ganti baju dulu, ya.”

“Tidak usah,” kata Chanyeol sambil menarik tangan Baekhyun sampai dia terduduk di samping Chanyeol.

“Tapi aku masih pakai celemek.”

“Tidak apa-apa. Kau terlihat manis dengan itu.”

“Mwo? Berhenti menggodaku.”

“Aku tidak menggoda, kenyataannya memang begitu.”

“Oh…”

Baekhyun tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Wajah Baekhyun berubah merah karena pujian itu, dan Chanyeol tertawa kecil karenanya.

“Kau menertawakanku?”

“Wajahmu lucu sekali saat malu.”

“Berhenti bicara seperti itu, Chanyeol, kau benar-benar aneh.”

“Jadi…apa dulu yang bisa kumakan?”

“Terserah, semuanya kesukaanmu kan?”

“Iya. Kau memang paling tahu apa yang kusuka. Eum…aku mau kepiting pedas.”

“Sini kuambilkan.”

Baekhyun dengan semangat mengambil potongan kepiting rebus dan meletakannya di piring Chanyeol. Kemudian Chanyeol memakan isi kepiting itu dengan lahap sampai wajahnya memerah karena kepedasan. Baekhyun menyeka keringat yang membasahi dahi Chanyeol perlahan, membuat Chanyeol menghentikan kegiatannya.

“Kenapa berhenti? Ayo makan lagi. Kau tidak boleh berhenti sebelum semuanya habis.”

“Semuanya?!”

“Iya!”

“Kau benar-benar mengerjaiku malam ini, Baekhyunnie.”

“Hahahaha, suruh siapa menghilang lama? Aku jadi tidak tahu bagaimana keadaanmu, kan? Jadi aku menganggap selama tidak bersamaku kau tidak makan.”

“Benar-benar berlebihan…”

“Makanlah yang banyak, Chanyeollie.”

“Kau tidak makan?”

“Tidak. Aku sudah kenyang hanya melihatmu makan.”

“Apa kau menjaga kesehatan selama tidak bersamaku?”

“Tentu saja. Aku makan sangat banyak akhir-akhir ini.”

“Benarkah? Tapi kenapa aku merasa kau lebih kurus ya?”

“Ohya? Apa pipiku kempot?”

“Iya. Dan mata itu, kenapa sangat lelah kelihatannya?”

“Ah…mungkin karena aku banyak kerjaan, jadi aku selalu tidur larut.”

“Jangan seperti itu, Baekhyunnie. Kau itu paling gampang sakit kalau kurang tidur, kan? Aku tidak mau kau sakit.”

“Lalu bagaimana denganmu? Aku melihat luka di pelipis matamu, ada apa?”

“Oh, ini…kemarin aku jatuh dari kamar mandi dan kepalaku terbentur pintu.”

“Kau tidak sedang berbohong, kan?”

“Tentu saja tidak.”

“Makanlah lagi, dan setelah itu kita bisa mengobrol banyak di ruang tengah.”

Chanyeol mengangguk dan kembali melahap makan malam spesial dari Baekhyun. Di sela-sela makan, sesekali Chanyeol menatap Baekhyun yang memandanginya seperti sedang menjaga anak kecil yang sedang makan. Tatapan Baekhyun yang sangat dia rindukan, tapi sampai kapan Chanyeol akan melihat tatapan itu, sampai kapan dia bisa melindungi Baekhyun dari Kim Joonmyun?

***

Aku dan Sehun tidak mendapatkan apa-apa sampai malam tiba. Kenapa saat membutuhkan malah bayangan-bayangan itu tidak muncul? Oh my…benar-benar menyebalkan.

“Sudah kubilang, kan, terapi ini tidak bisa sekali jalan,” kata Sehun.

“Eoh…”

Kami duduk di halte terdekat untuk beristirahat sebentar. Sudah jam 8 malam, tapi aku masih enggan pulang sebelum mendapatkan hasil dari terapi ini. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Lu-ge saat aku pulang, mungkin dia akan memarahiku habis-habisan karena tidak memberi kabar, atau mungkin meminta Eomma untuk mengurungku seharian di rumah. Huft…aku tidak peduli deh.

“Apa benar tidak ada yang kau ingat dari jalan ini?” tanya Sehun.

“Tidak. Mungkin ini tempat yang salah.”

“Tidak mungkin salah…,” gumam Sehun.

“Apa katamu?”

“Oh, tidak-tidak.”

“Kau menyembunyikan sesuatu dariku?”

“Tidak kok.”

“Awas ya kalau kau berbohong padaku, aku tidak akan berbicara denganmu lagi.”

“Arra-arra, Nyonya Lu.”

“Mwoya? Nyonya Lu?”

“Luhan sudah melamarmu, kan? Jadi tidak ada salahnya kalau aku memanggilmu ‘nyonya Lu’.”

Aku tertawa mendengarnya memanggilku Nyonya Lu. Yaampun…aku kan namja, masa aku dipanggil nyonya? Ada-ada saja.

BRAKK

Ada suara benturan yang sangat keras dari arah utara. Kami berdiri saat melihat sebuah mobil menabrak pembatas jalan. Beberapa orang langsung berlari ke arah mobil itu untuk menyelamatkan si pemilik mobil lalu aku dan Sehun menerobos kerumunan itu untuk melihat kondisi orang yang berhasil diselamatkan itu.

“Awas!! Mobil itu akan meledak!!” seru salah seorang, dan kami langsung menjauh dari mobil.

DUARR

Mobil itu benar-benar meledak, ledakan yang sangat besar. Saat aku melihat api berkobar di depan mataku, aku merasa waktu di sekitarku berhenti.

 

“Eomma, Appa, bangun!! Hyung, bangun!!”

Tanganku bergetar dan kakiku melangkah mundur. Dadaku terasa sangat sesak sampai aku kesusahan bernafas. Aku merasa tubuhku sangat panas dan mulai melemas. Akhirnya aku jatuh sambil mataku masih menata kobaran api itu.

Nging…

Suara berdenging itu memenuhi kepalaku. Aku tidak bisa mendengar apapun selain suara denging itu, suara denging yang sangat keras. Tiba-tiba saja aku melihat sebuah reka ulang di sana. Aku melihat semuanya, semua yang pernah kualami 19 tahun yang lalu.

“Eomma, Appa, B-Baekhyun-hyung…”

***

Baekhyun dan Chanyeol membersihkan meja makan setelah semua makanan dilahap habis oleh Chanyeol. Sesuai permintaan Baekhyun, mereka pergi ke ruang tengah untuk mengobrol. Tidak seperti biasanya, kini Baekhyun tidak menyalakan tv saat mereka sedang berduaan. Ini karena Baekhyun ingin mendengar suara Chanyeol lebih jelas.

“Jadi…apa yang kau lakukan selama tidak bersamaku?” tanya Baekhyun memulai pembicaraan.

“Biasa, bekerja-bekerja-bekerja.”

“Kenapa tiba-tiba kau ingin makan malam denganku?”

“Tidak ada makanan di rumahku, jadi aku mengungsi.”

“Hya! Kau kira aku bodoh, hah? Katakan yang sebenarnya!”

Chanyeol kembali menatap Baekhyun penuh arti lalu tersenyum lembut.

“Aku merindukanmu, Baekhyunnie…”

Chanyeol merengkuh tubuh Baekhyun dan mendekapnya erat, sedangkan Baekhyun hanya bisa diam karena terlalu kaget dengan sikap Chanyeol.

“Aku benar-benar merindukanmu,” kata Chanyeol lagi.

“Aku juga. Kau kemana saja?”

“Aku terlalu takut untuk bertemu denganmu, Baekhyunnie.”

“Kenapa?”

“Aku takut pada kenyataan.”

“Kenyataan apa?”

“Kenyataan kalau aku tidak bisa mencintaimu sampai akhir.”

“M-mwo?”

“Aku mencintaimu, Baekhyunnie. Itulah kenyataan terberat yang kutakutkan.”

“Kenapa kau harus takut mencintaiku?”

“Karena…aku tidak ingin berpisah denganmu bagaimanapun caranya, tapi aku tidak bisa.”

Baekhyun sedikit menggeliat supaya Chanyeol melepas pelukannya. Dua pasang mata itu bertemu dan saling memasuki dunia mereka. Tangan Baekhyun menyentuh pipi Chanyeol dan mengelusnya perlahan. Chanyeol menyentuh punggung tangan Baekhyun dan menahan tangan itu tetap di pipinya.

“Kenapa kita harus berpisah jika kau tidak mau? Tetaplah bersamaku, Chanyeol-a, karena aku juga mencintaimu…”

“Aku tidak bisa.”

“Wae?”

“Kau sudah tahu alasannya, Baekhyun. Kita sudah mengenal sejak lama, jadi kau pasti bisa menebaknya.”

Baekhyun menggeleng. Dia sedikit menjauh, tapi Chanyeol kembali menarik Baekhyun mendekat. Chanyeol menatap Baekhyun lekat lalu mendekatkan bibirnya dengan bibir Baekhyun dan akhirnya bibirnya menyentuh bibir Baekhyun. Chanyeol mencium Baekhyun dengan lembut, sedangkan Baekhyun hanya bisa memejamkan matanya. Chanyeol menarik tubuh Baekhyun lebih dekat padanya dan Baekhyun melingkarkan tangannya di leher Chanyeol sehingga tidak ada celah di antara mereka.

 

“Kau tahu apa yang harus kau lakukan supaya semuanya berakhir, bukan?”

“Apa maksudmu…”

“Iya, kau harus membunuhnya dalam keadaan yang menyakitkan. Dengan begitu penderitaanmu akan berakhir.”

Setelah beberapa lama mencium bibir itu, Chanyeol melepas ciuman itu. Mereka kembali bertatapan, dan airmata Baekhyun mulai menetes.

“Jangan menangis. Aku tidak ingin kau menangis karenaku. Yang kuinginkan sekarang adalah, kau tersenyum untukku, hanya untukku, karena aku mencintaimu…”

Senyum Baekhyun mengembang karena Chanyeol yang meminta, Chanyeol yang sangat dicintainya.

“Tapi maafkan aku, Baekhyun. Aku tidak bisa membuatmu bahagia sampai akhir karena aku harus menjalankan tugasku.”

“M-mwo?”

Chanyeol mengeluarkan pistol dari saku jasnya dan menempelkannya di pelipis Baekhyun. Tubuh Baekhyun membeku dan merasa jantungnya berhenti berdetak. Melihat mata itu, mata yang dipenuhi penyesalan membuat airmata Baekhyun mengalir lebih deras.

“Andwe…andwe, Chanyeol-a…”

“Mian…,” kata Chanyeol seraya memejamkan matanya.

DARR

***

Aku ingat semuanya. Aku ingat penyebab ingatanku hilang. Aku ingat kenapa kecelakaan itu terjadi. Aku ingat siapa keluargaku. Aku ingat siapa aku yang sebenarnya. A-aku, aku adalah Byun Daehyun.

#note

aku nyuri waktu bikin chapter ini, soalnya minggu ini itu minggu tenang hehehehe, jadi aku bikin chapter ini seharian penuh kemarin xD . nggak tahu kenapa bisa secepet ini bikin satu chapter (sehari jadi) padahal biasnya seminggu aja belum tentu dapet. okelaaa, sampai ketemu tahun depan!! 😀

35 thoughts on “My Immortal Love is You _ XiuHan/LuMin (Bagian 13)

  1. Waaaaaa makin kereeeeeeeen…. itu kok chanyeol malah bunuh baek bzzzzzz tapi baek ga mati kaaaan??? kalo mati udahan dong ceritanyaaaa huhu

    • hayooo, mati ga yaaa . hehe, nanti di part selanjutnya baru ketebak ya 😀 *yaiyalah*
      kalau baek mati, belum udahan dooongg, kan suho belum ketangkep *eh
      makasih banyak udah baca 😀 😀

      • gapapa tragis yg penting pairnya xiuhan ahahahaa
        seriusan lho aku suka bgt sama ff kamu yang ini, keren BINGO hhahha
        jgn lama” yaa apdet next partnyaa, ditunggu
        semangatttt!!!!

  2. saat minseok ingat keluarganya siapa dia, ayahnya, ibunya dan baekhyun knp malah baekhyun pergi untuk selamanya huaaa author tegaaa 😦
    bagaimana bisa chanyeol melakukan itu? membunuh orang yg dia cintai tapi tapi yg mati baekhyun atau chanyeol yah? klu chanyeol yg mati trus siapa yg akan melindungi baekhyun? chanyeol punya urusan apa sih sama joonmyeon sampe dia mau melakukan apapun yg disuruh sama joonmyeon??? uhh bikin sebel..

    • aku juga nggak nyangka bakal bikin cerita sedramatis ini 😦 aku pengen banget semuanya bahagia, tapi tetep harus ada yang kehilangan, soalnya itu pilihan 😦 *apa banget deh*
      Um…Baekhyun atau Chanyeol coba yang mati? hihihihi, tunggu kelanjutannya yaaa 😀
      Makasih banyak udah bacaa 😀

      • iya sih biar ceritanya makin menghanyutkan pembaca harus dikasih kejutan yg tak terduga kyk bgtu, kehilangan u,u
        yahh malah balik nanya authornya malah bikin aku makin penasaran yg mati siapa hmm atau jgn2 kagak ada yg mati *maunya ini mah haha
        ditunggu lah kelanjutannya tahun depan *lamanya….
        *tinggal bbrp minggu lg keles haha

  3. Wah…wah… makin seru aja nie
    Di part nie byk rahasia yang terbuka…

    Dasar rusa posesif bisa aja nebak apa yg akan dilakukan minseok…
    Kyaknya betul kata minseok ada orang yang sengaja buat minseok cepat mengingat ingatannya kembali…

    Duh moga aja chanyeol gak ngapa2 jn baekhyun…
    Ckckck moga aja joomyeon cpat sadar… dn kembali menjadi joomyeon yang dulu..

    Akhirnya my baby xiu ingat kembali masa lalunya….
    Di tunggu part selnjutnya… masih panjangkah ceritanya??

    Nice ff ^^
    Xiuhan/Lumin ♡♥♡

  4. Andweeee apa yg terjadi sama bacon kecian Daehyun klo bacon mati, buat author selamat tahun baru ya sampe ketemu tahun depan (Y) (Y)

  5. huwaa…saya nak baca cerita ini sampai habis..tapi kayaknya saya harus menunggunya hingga tahun depan..saya bisa nngis jika bergini huhu sejujurnya saya suka sama cerita ni..hehe rasanya saya satu satunya orang malaysia di sini..hehe..boleh saya tanya gimana mahu buat cerita ke internet??maklumlah saya baru berumur 13 tahun..tapi saya minat kok pada penulisan..hehe..harap cerita iñi bisa cepat dikuerluarkan cerita yg selanjutnya..mian jika kamu gak bisa
    mengerti apa yg saya katakan..kerna saya melayu dan indon supaya lebih senang kamu ngerti..hehe..

    mur 13 tahun tapi saya minat kok pada penulisan..

    • huaaaa, maaf ya aku baru balas komentar kamu 😦 nggak sangka ada orang Malaysia baca ffku :’) kkkkk. aku ngerti kok! 😀 makasih ya udah bacaa 😀
      kamu bisa menulis cerita buatanmu di blog seperti saya, kamu buat blog dulu baru mulai menulis 😀 tulis apa saja, macam pengalaman pribadimu atau cerita fiksi seperti ini supaya kamu terbiasa menulis. fighting!! 😀

      • Thanks chingu..aku udah banyak kali baca cerita ini,ceritanya menarik sekali..aku kayaknya mengerti jalan ceritanya..kerna ada satu bab bahagian min seok,kyung soo dan luhan menjadi pengawalnya sehun..kayaknya itu semasa mereka sudah besar atau tahun akan datang..yah..sekarang ceritanya seperti apa yang telah berlalu di masa lalu sebelum kyung soo terlantar di rumah sakit..dan aku bisa tau yang baekhyun ngak mati..hehe..ceritanya makin seru..aku ngak sabar ingin membaca cerita yg selanjutnya..fighting chingu..!!

  6. Hueeeee kk aku tunggu kelanjutan nyaaaaaa hueeeee saat yg pas bngt umin oppa ketemu ingatan nya eh malah baek hyung nya di tembak sma chanyeol.. chan jahat banget.. hueerrr kk please lanjutin nya cepet aku nggak sabar lagi hueeeeee.. 😭😭😭😝😭😭😭😝

    • hueeee, aku juga pasti nunggu komentar kamu di part selanjutnya 😀 😀
      heum…ditembak ga ya…mati nggak ya… *eh*
      chan nggak jahat kok 😦 dia baik, baik banget…
      hayooo, tunggu yaaa semoga nggak stuck 😀 makasih udah bacaa 😀

  7. Huaaa~ akhirnya muncul juga chapter 13 \^.^/
    Eon aku bingung mau komen apa, yang jelas aku greget sama masalalunya Umin ≧﹏≦
    Itu Yeollie beneran nembak Baekie? Ahhhh~ andwae ╯△╰ Yeollie kau jahat…

    Eonnie cepet-cepet update yaaa~ fighting eon ‘-‘9
    Annyeong eonnie /lambai-lambai tangan bareng Xiuhan/

    • huaaa, maap ya baru bales komentarmuu 😦
      aku juga gereget ni mau ngelanjut, sabar uasnya tinggal sekali lagi kok huakakakak.
      chanyeol itu baik kok 😥 huaaa, pembunuhan karakter banget sumpina ni aku.
      iyaaa, doain aja 😀 makasih banyak udah baca 😀

  8. Ya ampun udah lama bgt ga baca ini.. tambah seru ja, kasian sama baekhyun mau dibunuh sama orang yg paling dicintai. . Tapi baekhyun ga mati kan
    xiumin juga lom tau k2 kandungny..
    moga cepet dilanjutkan. …

    • yaampunnn, iya aku udah lama juga nggak update kok xD hehehe
      dibunuh nggak ya…mati ga ya… *what the*
      xiumin harusnya udah tau dooonggg wkwkwk, kan dia inget kalau baek kakaknya 😀 *sepertinya*
      amiiinnnn hehehe. makasih ya ~

  9. omo omo omo endingnya sangat mengejutkan yaampun.
    itu chanyeol beneran nembak baekhyun mati?? kasian baek 😦
    minseok udah inget dirinya berarti udah mau chapter2 akhir ya? yaampun tak sabaar.
    ditunggu tahun depan 😉

    • kkkkk, aku suka ngejahilin pembaca, bikin gereget *padahal aku sendiri gereget pengen ngelanjut*
      eum…nembak nggak ya…liat di part selanjutnya ya 😀
      iyaaa, kabar gembiranya sebentar lagi tamattt *kayaknya*
      okeee, makasih udah baca 😀

  10. OMG….. :O
    Ituuuuuu, nasib Baekhyun gmna?????
    Ituuuuu, Minseok udah ingat smuaaa!! :O
    Plisss ini mesti dilanjutt smua..
    Aaaa di saat Minseok sdh ingat klw dia Byun Daehyun, malah Baekhyun yang….?????
    Nextt part plissss!

    • OMG…temukan di part selanjutnya *eh*
      iyaaa, kabar gembiranya, xiu udah inget kalau dia Byun Daehyun, dan kabar buruknya…eum…kasih tau nggak ya…tunggu aja deee xD
      hayo-hayo, pasti dilanjut kok, doain aja supaya ga stuck xD
      kkkkk, makasih udah baca 😀

  11. Huwaaaaaaaaaaa!!!!!!
    Baekhyuuuuuuuunnnnnnnnn…….!!!!!!!!!!!!

    Udahan nih ceritanya????!!!
    Lama gk baca, pas baca udah begini???? Baekhyun mati pas adiknya sudah tahu jati dirinya yg sbenarnya??? OAO

    /eh, ini kali pertama aku review langsung. Biasanya cmn komen di fb/ #plakk

    • Huaaaaaa kamu histeris sekaleeee *ini apa banget dah*
      udahan apaannnn?? belum kok, masih TBC xD cuman aku nggak biasa naruh TBC di akhir ceritaku, nanti kalau END ada di judul 😀
      wkwkwk, aneh-aneh aja aku bikin cerita macem gini -__- *maksudnya?*
      hayooo, baek mati nggak ya …
      wohohoho, nggak apa-apa kok 😀 aku juga seneng kalau ada yang komentar di fb 😀
      makasih yaaa~~

  12. HUWAAAA! gregetan banget sama chap ini sumpah ;ww; pas minseok udh inget semuanya. eh malah baekhyun malah…malah….huweee;;;;;;;;
    update soon, author-nimㅠㅠㅠ<33

    • HUWAAAA! aku juga geregettt pengen cepet-cepet ngelanjuuuutttt. sumpina deehh hehehe
      tragis banget ya? aku juga bingung -_-
      sip deeeh, doakan aja 😀 makasih ya udah baca 😀

  13. OMG..
    daebakk bangett dahh! sumpah!
    baru tau kalo ternyata suho sama sunkyu pernah ngejalin hubungann, ngggak nyangkaaaaaa…

    akhirnyaa minseok inget semua, tapi knapa disaat minseok inget masa lalunyaa hal buruk justru terjadi sama baekhyun, kan minseok blm blang ke baekhyun kalo dia itu daehyun.. kenapa harus tebece sihh, bikin penasaran, ayoo minseokk semangat..
    authornyaa juga semangat yethh buat next part’a, jgn lama” yethh hhahha

    • OMG makasih buangettt udah dibilang daebak hehehehehe
      aku juga baru kepikiran, padahal dari kemaren mereka juga nggak ngapa-ngapain -_- jadi ini dadakan banget huakakakak
      ini aku juga bingung kenapa bikin cerita tragis banget yak -_- mudah-mudahan happy ending. hehe
      iyaaa, makasih buat semangatnya 😀

  14. tahun baruu.. eh tampilan blog nya baruu :)))

    saya jg baru tau klo update. omg..

    semakin bikin penasaraaan bgt bgt bgt.. makin seruuuu. . lnjutn nya ditunggu yaah 🙂

    lanjut asapp .. kkk

    • wkwkwkwk, iya nii, lagi pengen ganti suasana 😀 yang lebih simple *gananya*
      kkkkk, aku juga tiba-tiba kok updatenya 😀
      widddiii, sip dehh, makasih ya udah baca 😀

Leave a reply to fiesufi Cancel reply